BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ibu rumah tangga menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur
penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Peran sebagai ibu rumah
tangga seringkali dipandang biasa saja oleh beberapa kalangan. Di mana pun ibu
rumah tangga adalah satu status peran yang sebenarnya tidak bisa dengan
sendirinya dapat dijalani tanpa perlu persiapan. (Anggraeny, 2008 : 87)
Secara singkat untuk menjadi ibu
rumah tangga yang profesional, ada 3 elemen yang harus terpenuhi. Yakni seorang
ibu rumah tangga harus memiliki kompetensi baik dalam hal kerumahtanggaannya,
memiliki kepatuhan pada sistem yang telah disepakati bersama seluruh anggota
keluarga, serta memiliki pribadi yang memberikan keuntungan (bermanfaat bagi
anggota keluarga). (Anggraeny, 2008 : 84)
Penyakit demam berdarah dengue
(DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang
cenderung meningkat jumlah penderita serta semakin luas penyebarannya, sejalan
dengan mobilitas dan kepadatan penduduk. Pada awal tahun 2004 menunjukan adanya
peningkatan penderita DBD dengan jumlah kasus 26.015, hal ini mengakibatkan
sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD dan tidak
sedikit kasus yang berakhir dengan kematian.
Merebaknya kembali kasus DBD di
Indonesia ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap
hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan
dan sebagian lagi menganggap pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan
merespon kasus ini (Kristina dkk, 2005).
Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) setiap tahun. KLB DBD tersebar terjadi pada tahun 1998 dengan IR (Incident
Rate) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR(Case Fatality Rate) =2%
dan pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17% namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000) ; 21,66 (tahun
2001);19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Pola penyakit DBD sepanjang lima
tahun mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup tinggi. Hal ini
dipengaruhi dengan meningkatnya jumlah kasus dan bertambahnya wilayah yang
terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk,
adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap Pembersihan
Sarang Nyamuk (PSN), terdapatnya vektor nyamuk hampir seluruh pelosok tanah air
serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kristina
dkk, 2005).
Sedankan menurut Kadun dan Ishak
(2006), beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan penularan penyakit
DBD, yaitu urbanisasi yang cepat, perkembangan pembangunan daerah pedesaan,
kurangnya persediaan air bersih, mobilitas manusia antar daerah melalui
transportasi dan pemanasan global yang dapat mempengaruhi biomik vektor Aedes
aegypty.
Tahun 2004, total kasus DBD di
Indonesia mencapai 26.015, dengan jumlah kematian mencapai 389 dengan CFR
1,53%. Dan pada tahun 2007 DBD jumlahnya mencapai 140.000 kasus dan 1.380 orang
meninggal dengan CFR 0,98%, kasus tertinggi terjadi di Propinsi Jawa Tengah
dengan 24.069 kasus, 335 meninggal dengan CFR 1,39% kemudian Jawa Barat dengan
28.071 kasus, 227 meninggal dengan CFR 80%, dan DKI Jakarta dengan 31,428 kasus
85 orang diantaranya dengan CFR 0,27% (Kristina dkk,2005).
Secara rata-rata CFR BDB di Jawa
Tengah tahun 2004 (1,7%) masih di bawah target standar pelayanan minimum tahun
2005 dan 2010 (tidak lebih 1%). Terjadinya peningkatan penderita DBD, maka IR
DBD di Jawa Tengah sebesar 3 per 10.000 penduduk. Dengan demikian target
Standar Pelayana Minimum (SPM) DBD Jawa Tengah untuk IR kurang dari tiga per
10.000 penduduk belum tercapai. Di kabupatern Sragen IR mencapai 2,46%
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Gondang yang melayani 9 desa dan kasus DBD
selama tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan jumlah
total 42 kasus.
Pada bulan Oktober sampai November
2007 mengalami perubahan yang cukup berarti dengan jumlah 1 kasus menjadi 8
kasus. Hal ini disebabkan karena pola penyakit DBD penyebarannya sangat cepat
dan kurang kesiapan masyarakat dalam mencegah terjadinya DBD yang sering
terjadi pada musim penghujan. Dilihat dari jumlah kasusnya, wilayah yang paling
banyak jumlah penderitanya adalah Desa Gondang Tani, dimana penduduknya sangat
padat dan lokasinya dekat dengan pasar (DKK Sragen, 2007).
Munculnya berbagai kasus penyakit
menular, termasuk DBD tidak lepas dari ketidakmampuan dalam menangani kesehatan
diri maupun lingkungannya. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada
pengendalian vektor Aedes aegepti dengan cara pemberantasan sarang
nyamuk dengan menutup, menguras, menimbun, memberikan bubuk abate dan melakukan
fogging. Masyarakat masih sangat tergantung dengan peran pemerintah
dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Hal ini terjadi karena kurangnya
sosialisasi berbagai macam penyakit menular dan cara pencegahannya.
Selain itu perilaku masyarakat yang
kurang sehat seperti mengabaikan kebersihan lingkungan menjadi pemicu
merebaknya kasus DBD. Oleh karena itu, untuk mencegah penyakit menular DBD
diperlukan kesadaran masyarakat yang tinggi supaya terhindar dari penyakit DBD.
Namun demikian, kesadaran masyarakat sampai saat ini untuk mencegah DBD belum
berubah, masyarakat biasanya datang terlambat,ketika sudah jatuh korban baru
akan sadar pentingnya budaya hidup sehat yang harus dimulai dari lingkungan
sendiri (Ditjen PPM PL, 2005).
Pengetahuan yang masih kurang dan
tingkat kesadaran yang rendah disinyalir memberikan dampak yang kurang baik
terhadap kualitas kesehatan masyarakat, kurangnya pengetahuan dengan indikasi
rendahnya kesadaran akan mengurangi perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan
kesehatan terutama dalam upaya pencegahan DBD dan dari pengalaman terbukti
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama.
Perilaku yang kurang sehat
menyebabkan jumlah kasus BDB meningkat. Hal ini dilihat dari Angka Bebas Jentik
(ABJ) yang masih rendah sebesar 88,8% (standar 100% bebas jentik) di Jawa
Tengah dan kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk. Dari uraian di atas dapat dicermati bahwa peran
serta masyarakat dalam berperilaku dapat membantu pemerintah dalam upaya
pencegahan DBD masih rendah. Menurut Widiyanti (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi
tindakan masyarakat dalam upaya pencegahan pendidikan DBD antara lain
pendidikan, pendapatan keluarga, informasi dan pertisipasi social.
Dimungkinkan ada faktor-faktor
lain, yang berperan dalam upaya pencegahan DBD, yaitu pendidikan, jumlah anggota
keluarga, sumber informasi, partisipasi sosialdan pengalaman sakit DBD. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tersebut
dengan tindakan kepala keluarga menggerakkan anggota keluarga dalam pencegahan
DBD. Holan (1997) mengemukakan partisipasi ibu rumah tangga dalam melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang penyakit
DBD, sedangkan anjuran serta kunjungan petugas pemberantasan dan pendapatan
tidak mempengaruhi terhadap pemberantasan sarang nyamuk.
Suroso (2001) mengemukakan
partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dipengaruhi oleh status sosial ekonomi, pengetahuan, sikap, sarana dan tipe
pemukiman. Widodo (2005) mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan ibu-ibu PKK mengenai penanggulangan penyakit demam berdarah
dipengaruhi sumber informasi yang sangat baik. Penelitian ini bertujuan
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan kepala keluarga dalam
upaya pencegahan penyakit DBD.
1.2 Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
pengetahuan pencegahan DBD pada ibu rumah tangga ?
2. Bagaimana peran
ibu
dalam rumah tangga agar anggota keluarga tidak terkena DBD?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan pencegahan DBD pada ibu rumah tangga”,
agar para ibu dapat mencegah angka peningkatan penyakit DBD mulai dari ruang
lingkup yang paling kecil yaitu keluarga dan bertahap ke lingkungan sekitar
tempat tinggalnya.
1.4 Manfaat
Penelitian
1.4.1 Manfaat
Teoritis
Dapat memberikan sumbangsih dari segi ilmiah dalam ruang
lingkup dunia keperawatan dan kesehatan Indonesia yang berkaitan dengan
“faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan pencegahan DBD pada ibu
rumah tangga“.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi bahwa peran ibu memang sangatlah
penting , maka dari itu seorang ibu wajib untuk memiliki pengetahuan yang baik
untuk membantu pencegahan peningkatan penyakit DBD dalam lingkungan keluarga
terdekat, hal kecil tetapi dapat berdampak baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar