Selasa, 02 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Peran sebagai ibu rumah tangga seringkali dipandang biasa saja oleh beberapa kalangan. Di mana pun ibu rumah tangga adalah satu status peran yang sebenarnya tidak bisa dengan sendirinya dapat dijalani tanpa perlu persiapan. (Anggraeny, 2008 : 87)

Secara singkat untuk menjadi ibu rumah tangga yang profesional, ada 3 elemen yang harus terpenuhi. Yakni seorang ibu rumah tangga harus memiliki kompetensi baik dalam hal kerumahtanggaannya, memiliki kepatuhan pada sistem yang telah disepakati bersama seluruh anggota keluarga, serta memiliki pribadi yang memberikan keuntungan (bermanfaat bagi anggota keluarga). (Anggraeny, 2008 : 84)

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah penderita serta semakin luas penyebarannya, sejalan dengan mobilitas dan kepadatan penduduk. Pada awal tahun 2004 menunjukan adanya peningkatan penderita DBD dengan jumlah kasus 26.015, hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD dan tidak sedikit kasus yang berakhir dengan kematian.

Merebaknya kembali kasus DBD di Indonesia ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini (Kristina dkk, 2005).

Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun. KLB DBD tersebar terjadi pada tahun 1998 dengan IR (Incident Rate) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR(Case Fatality Rate) =2% dan pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17% namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000) ; 21,66 (tahun 2001);19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Pola penyakit DBD sepanjang lima tahun mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi dengan meningkatnya jumlah kasus dan bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), terdapatnya vektor nyamuk hampir seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kristina dkk, 2005).

Sedankan menurut Kadun dan Ishak (2006), beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan penularan penyakit DBD, yaitu urbanisasi yang cepat, perkembangan pembangunan daerah pedesaan, kurangnya persediaan air bersih, mobilitas manusia antar daerah melalui transportasi dan pemanasan global yang dapat mempengaruhi biomik vektor Aedes aegypty.

Tahun 2004, total kasus DBD di Indonesia mencapai 26.015, dengan jumlah kematian mencapai 389 dengan CFR 1,53%. Dan pada tahun 2007 DBD jumlahnya mencapai 140.000 kasus dan 1.380 orang meninggal dengan CFR 0,98%, kasus tertinggi terjadi di Propinsi Jawa Tengah dengan 24.069 kasus, 335 meninggal dengan CFR 1,39% kemudian Jawa Barat dengan 28.071 kasus, 227 meninggal dengan CFR 80%, dan DKI Jakarta dengan 31,428 kasus 85 orang diantaranya dengan CFR 0,27% (Kristina dkk,2005).

Secara rata-rata CFR BDB di Jawa Tengah tahun 2004 (1,7%) masih di bawah target standar pelayanan minimum tahun 2005 dan 2010 (tidak lebih 1%). Terjadinya peningkatan penderita DBD, maka IR DBD di Jawa Tengah sebesar 3 per 10.000 penduduk. Dengan demikian target Standar Pelayana Minimum (SPM) DBD Jawa Tengah untuk IR kurang dari tiga per 10.000 penduduk belum tercapai. Di kabupatern Sragen IR mencapai 2,46% khususnya di wilayah kerja Puskesmas Gondang yang melayani 9 desa dan kasus DBD selama tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan jumlah total 42 kasus.

Pada bulan Oktober sampai November 2007 mengalami perubahan yang cukup berarti dengan jumlah 1 kasus menjadi 8 kasus. Hal ini disebabkan karena pola penyakit DBD penyebarannya sangat cepat dan kurang kesiapan masyarakat dalam mencegah terjadinya DBD yang sering terjadi pada musim penghujan. Dilihat dari jumlah kasusnya, wilayah yang paling banyak jumlah penderitanya adalah Desa Gondang Tani, dimana penduduknya sangat padat dan lokasinya dekat dengan pasar (DKK Sragen, 2007).

Munculnya berbagai kasus penyakit menular, termasuk DBD tidak lepas dari ketidakmampuan dalam menangani kesehatan diri maupun lingkungannya. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektor Aedes aegepti dengan cara pemberantasan sarang nyamuk dengan menutup, menguras, menimbun, memberikan bubuk abate dan melakukan fogging. Masyarakat masih sangat tergantung dengan peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi berbagai macam penyakit menular dan cara pencegahannya.

Selain itu perilaku masyarakat yang kurang sehat seperti mengabaikan kebersihan lingkungan menjadi pemicu merebaknya kasus DBD. Oleh karena itu, untuk mencegah penyakit menular DBD diperlukan kesadaran masyarakat yang tinggi supaya terhindar dari penyakit DBD. Namun demikian, kesadaran masyarakat sampai saat ini untuk mencegah DBD belum berubah, masyarakat biasanya datang terlambat,ketika sudah jatuh korban baru akan sadar pentingnya budaya hidup sehat yang harus dimulai dari lingkungan sendiri (Ditjen PPM PL, 2005).

Pengetahuan yang masih kurang dan tingkat kesadaran yang rendah disinyalir memberikan dampak yang kurang baik terhadap kualitas kesehatan masyarakat, kurangnya pengetahuan dengan indikasi rendahnya kesadaran akan mengurangi perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan terutama dalam upaya pencegahan DBD dan dari pengalaman terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Perilaku yang kurang sehat menyebabkan jumlah kasus BDB meningkat. Hal ini dilihat dari Angka Bebas Jentik (ABJ) yang masih rendah sebesar 88,8% (standar 100% bebas jentik) di Jawa Tengah dan kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk. Dari uraian di atas dapat dicermati bahwa peran serta masyarakat dalam berperilaku dapat membantu pemerintah dalam upaya pencegahan DBD masih rendah. Menurut Widiyanti (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan masyarakat dalam upaya pencegahan pendidikan DBD antara lain pendidikan, pendapatan keluarga, informasi dan pertisipasi social.

Dimungkinkan ada faktor-faktor lain, yang berperan dalam upaya pencegahan DBD, yaitu pendidikan, jumlah anggota keluarga, sumber informasi, partisipasi sosialdan pengalaman sakit DBD. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tersebut dengan tindakan kepala keluarga menggerakkan anggota keluarga dalam pencegahan DBD. Holan (1997) mengemukakan partisipasi ibu rumah tangga dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang penyakit DBD, sedangkan anjuran serta kunjungan petugas pemberantasan dan pendapatan tidak mempengaruhi terhadap pemberantasan sarang nyamuk.

Suroso (2001) mengemukakan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dipengaruhi oleh status sosial ekonomi, pengetahuan, sikap, sarana dan tipe pemukiman. Widodo (2005) mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu-ibu PKK mengenai penanggulangan penyakit demam berdarah dipengaruhi sumber informasi yang sangat baik. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan kepala keluarga dalam upaya pencegahan penyakit DBD.

1.2       Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pengetahuan pencegahan DBD pada ibu rumah tangga ?
2. Bagaimana peran ibu dalam rumah tangga agar anggota keluarga tidak terkena DBD?

1.3       Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan pencegahan DBD pada ibu rumah tangga”, agar para ibu dapat mencegah angka peningkatan penyakit DBD mulai dari ruang lingkup yang paling kecil yaitu keluarga dan bertahap ke lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

1.4       Manfaat Penelitian
1.4.1    Manfaat Teoritis
Dapat memberikan sumbangsih dari segi ilmiah dalam ruang lingkup dunia keperawatan dan kesehatan Indonesia yang berkaitan dengan “faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan pencegahan DBD pada ibu rumah tangga“.
1.4.2   Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi bahwa peran ibu memang sangatlah penting , maka dari itu seorang ibu wajib untuk memiliki pengetahuan yang baik untuk membantu pencegahan peningkatan penyakit DBD dalam lingkungan keluarga terdekat, hal kecil tetapi dapat berdampak baik.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar